Equisetum giganteum
Equisetum giganteum termasuk anggota genus Equisetum, familia Equisetaceae dari
ordo Equisetales yang merupakan satu-satunya anggota kelas Equisetinae
atau Equisetopsida dari subfilum Sphenopsida yang masih dapat
ditemukan dalam keadaan hidup saat ini. Ordo lainnya seperti Sphenophyllales
dan Calamitales telah punah sehingga hanya dapat dilihat dari fosil
yang terbentuk. Genus Equisetum memiliki anggota kurang lebih 25
spesies.
Dengan
klasifikasi sebagai berikut :
Famili : Equisetaceae
Genus : Equisetum
Spesies : Equisetum giganteum
Kata Equisetum berasal
dari kata equus yang berarti kuda dan saeta yang berarti rambut
tebal dalam bahasa Latin. Sehingga tumbuhan yang termasuk
genus ini disebut juga paku ekor kuda. Spesies dari genus ini umumnya tumbuh di
lingkungan yang basah seperti kolam dangkal, daerah pinggiran sungai, atau
daerah rawa. Tumbuhan ini rata-rata berukuran kecil dengan tinggi sekitar 25 –
100 cm
dan diameter batang tidak pernah lebih dari 3 cm, meskipun beberapa anggotanya
yang hidup di Amerika yang beriklim tropis ada yang bisa tumbuh mencapai 6
hingga 8. Anggota
dari genus ini dapat dijumpai di seluruh dunia kecuali Antartika.
Karena kandungan silikatnya
yang cukup tinggi pada bagian batangnya, tumbuhan ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan penyikat. Akhir-akhir ini, beberapa spesies dari Equisetum juga
dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan.
A. Struktur Morfologi Umum
Bagian
dari tumbuhan ini yang paling menonjol dan mendominasi tubuhnya adalah bagian
batang. Pada beberapa spesies batang-batangnya tumbuh bertahun-tahun, sedangkan
pada spesies lainnya hanya terbatas pada satu musim dan dimulai pada saat awal
musim semi. Batang
tumbuhan ini berwarna hijau, beruas-ruas, berbuku, berlubang pada bagian
tengahnya dan bergabung secara jelas serta dengan mudah dapat dipatahkan pada
ruasnya. Untuk selanjutnya, buku pada batang Equisetum ini disebut
dengan nodus, sedangkan ruas disebut dengan internodus.
Pada
beberapa spesies dari Equisetum, sporofit yang telah dewasa membentuk
batang berongga yang memiliki dua tipe yang berbeda. Salah satunya pendek,
tidak bercabang, tanpa klorofil, dan memproduksi spora di bulan April atau awal
Mei. Batang ini disebut sebagai batang generatif (fertil). Lainnya merupakan
batang steril (disebut pula batang vegetatif), berwarna hijau, dan terus tumbuh
sepanjang musim. Batang ini juga berperan sebagai organ fotosintesis
menggantikan daun, karena daun pada semua anggota tumbuhan ini tereduksi sehingga hanya
berupa bentukan menyerupai sisik yang menutupi nodus dan tidak mengandung
klorofil. Namun pada spesies yang lain (contohnya pada Equisetum hyemale),
hanya terdapat satu tipe batang yaitu batang hijau berongga yang menghasilkan
bentukan seperti kerucut pada bagian ujungnya (apeks), sehingga batang ini
berperan ganda baik sebagai batang generatif maupun vegetatif.
B. Struktur Anatomi
Bagian
tengah dari batang mula-mula ditempati oleh pith, yang kelamaan akan
menghilang, sehingga bagian tengah pada batang yang telah tua akan berlubang.
Jaringan permanen dari batang terdiri dari epidermis, korteks, dan berkas
pembuluh, berbentuk silinder tipis yang mengelilingi rongga sentral. Disamping
lakuna sentral atau kanal tersebut, pada batang Equisetum biasanya
terdapat juga dua tipe kanal longitudinal. Pertama adalah kanal (rongga)
vallecular yang terletak pada bagian korteks, masing-masing terhubung dengan
alur longitudinal dari batang. Yang kedua adalah kanal carinal yang
masing-masing berhubungan dengan ikatan pembuluh dan letaknya lebih dalam.
Pada
bagian korteks sebelah luar, terdapat serat-serat sklerenkim. Sklerenkim inilah
yang berperan dalam menegakkan batang. Selain pada epidermis, pada serat-serat
sklerenkim ini juga banyak mengandung silikat. Klorenkim juga ditemukan pada
bagian ini. Klorenkim merupakan spesialisasi dari parenkim yang memiliki
klorofil. Di sinilah tempat fotosintesis pada batang berlangsung.
Sistem
vaskular tersusun oleh ikatan kolateral yang menyusun sifonostele. Pada bagian
antar ruas, ikatan pembuluh dapat dibedakan dengan jelas dan menempati suatu
ruang yang luas yang salah satunya berada di bawah rongga superfisial dari
batang. Pada bagian internodus, ikatan pembuluh membentuk lingkaran dari
jaringan tersebut. Masing-masing ikatan pembuluh terdiri dari xilem primer dan
floem. Ketika floem sudah terbentuk dengan baik, xilem masih sedikit dan
pertumbuhannya kurang. Pada umumnya, tidak ada kambium atau jaringan sekunder
yang terbentuk pada Equisetum. Jaringan endodermal biasanya muncul dan
tumbuh dengan baik pada batang. Jaringan ini terdistribusi dengan banyak cara.
Ada yang berupa endodermis tunggal eksternal pada sistem vaskular. Ada pula
yang berupa endodermis eksternal dan internal. Atau bila endodermis yang
berkelanjutan tidak terbentuk, masing-masing ikatan pembuluh akan dikelilingi
oleh jaringan endodermis.
Di
bawah ini merupakan irisan melintang dari batang Equisetum :

Cabang
dari Equisetum muncul dari tunas adventif yang terbentuk dari nodul
batang. Daun-daun membentuk lingkaran pada bagian nodul dan biasanya berupa
struktur kecil yang bergabung untuk membentuk pelepah bergerigi yang
mengelilingi batang. Akarnya kecil dan liat, menunjukkan adanya ikatan pembuluh
tunggal, dengan jaringan yang tersusun secara radial. Akar diperkirakan muncul
dari bagian basal dari primordia cabang batang, tidak langsung dari jaringan
yang terdapat pada batang utama. Pertumbuhan sporofit dilakukan oleh bagian
pertengahan ujung dari sel apikal yang berbentuk seperti piramid yang berada
pada ujung batang dan akar. Sel apikal ini merupakan meristem primodial dan
berperan dalam pembentukan sel baru yang menyusun jaringan dari organ-organ
ini.
Organ
yang menghasilkan spora pada Equisetum terkumpul pada bentukan tertentu
seperti kerucut yang berada pada bagian apeks dari batang. Kerucut ini berisi
poros sentral utama yang terspesialisasi dengan struktur penghasil dan
penunjang sporangium, dinamakan sporangiofor, terbentuk di gelungan-gelungan
tersebut. Masing-masing sporangiofor terdiri dari lempengan heksagonal,
menempel pada kerucut dengan bantuan tangkai pendek. Beberapa ahli botani
menganggap sporangiofor sama seperti sporofil, yaitu daun khusus penghasil
spora. Namun yang lain percaya bahwa sporangiofor merupakan struktur batang
khusus atau merupakan perpaduan antara daun dan batang. Apapun interpretasi
yang tepat dari sporangiofor, sporosit diploid pada sporangia mengalami meiosis
dan membentuk tetrad dari spora-spora haploid yang semuanya sama.
C.
Reproduksi
Tumbuhan
paku berkembang biak secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dan
seksual pada tumbuhan paku terjadi seperti pada lumut. Reproduksi tumbuhan paku
menunjukkan adanya pergiliran antara generasi gametofit dan generasi sporofit
(metagenesis). Pada tumbuhan paku, generasi sporofit merupakan generasi yang
dominan dalam daur hidupnya.
Generasi
gametofit dihasilkan oleh reproduksi aseksual dengan spora. Spora dihasilkan
oleh pembelahan sel induk spora yang terjadi di dalam sporangium. Sporangium
terdapat pada sporofit (sporogonium) yang terletak di daun atau di batang.
Spora haploid (n) yang dihasilkan diterbangkan oleh angin dan jika sampai di
tempat yang sesuai akan tumbuh menjadi protalus dan selanjutnya menjadi
gametofit yang haploid (n).
![]() |
Gametofit
memiliki dua jenis alat reproduksi, yaitu anteridium dan arkegonium, atau satu
jenis alat reproduksi, yaitu anteridium saja atau arkegonium saja. Arkegonium
menghasilkan satu ovum yang haploid (n). Anteridium menghasilkan banyak
spermatozoid berflagelum yang haploid (n). Spermatozoid bergerak dengan
perantara air menuju ovum pada arkegonium. Spermatozoid
kemudian membuahi ovum. Pembuahan ovum oleh spermatozoid di arkegonium
menghasilkan zigot yang diploid (2n). Zigot membelah dan tumbuh menjadi embrio
(2n).
D. Manfaat Tumbuhan Paku
Tumbuhan
paku memiliki beberapa nilai ekonomis bagi kehidupan manusia, antara lain
sebagai berikut:
1. Tanaman hias, contohnya suplir dan paku ekor kuda
2. Bahan obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
Tjitrosomo, Siti Sutarmi.
1983. Botani Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi
Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Kimball, John W. 1999. Biologi
Jilid 3. Jakarta : Erlangga
Bold, Harold C. 1987. The
Plant Kingdom Fifth Edition.
Aryulina, Diah dkk. 2007. Biologi 1 SMA dan MA
untuk Kelas X. Jakarta : Esis.
0 komentar:
Posting Komentar