JEROME BRUNER, BELAJAR PENEMUAN
A. BRUNER
DAN TEORINYA
Jerome S. Bruner adalah seorang
ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya
tentang psikologi adalah eklektik.
Bruner rupanya tidak mengembang
suatu teori belajar yang sistematis yang penting baginya ialah cara-cara
bagaimana orang memilih, mempertahankan,dan mentransformasi informasi secara
aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari belajar. Oleh karena itu, bruner
memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan
informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh
informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan
kepadanya.
1.
Empat Tema
tentang Pendidikan
Dalam bukunya, Bruner
mengemukakan empat tema pendidikan. Tema pertama mengumukakan pentingnya arti
struktur pengetahuan. Tama kedua ialah tentang kesiapan untuk belajar. Tema
yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Tema keempat dan
terakhir ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara
yang tersedia pada guru untuk merngsang motivasi itu.
2.
Model dan
Kategori
Pendekatan Bruner
terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah, bahwa
prolehan pengetahuan merupakan sustu proses interaktif. Asumsi kedua ialah
bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan dan diperoleh sebelumnya suatu model awal,
model bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Ausubel.
Pendekatan Bruner
terhadap belajar dapat diuraikan sebagai sustu pendekatan kategorisasi. Karena
kategiri kita dapat mengenal obyek baru. Selanjutnya yang penting menurut
Bruner ialah kategorisasi dapat membawa kita ketingkat yang lebih tinggi yang
lebih tinggi daripada informasi yang diberikan. Ringkasnya, Bruner beranggapan
bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangansuatu
system pengkodean.
3.
Belajar
sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan,
bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hamper bersamaan. Ketiga
proses iti ialah memperoleh informasi baru, transformasi informasi, menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru dapat
merupakan penghalusan dan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam
transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau
sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan.
Pendewasaan pertumbuhan
intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang Bruner sebagai berikut :
-
pertumbuhan
intelektual ditunjukan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat
stimulus.
-
Pertumbuhan
intelektual tergantung pada bagaimana seorang menginternalisasi
peristiwa-peristiwa menjadi suatu simpanan yang sesuai dengan lingkungan.
-
Pertumbuhan
intelektual menyagkut peningkatan kemampuan seseorang untu berkata pada dirinya
sendiri atau pada orang lain dengan pertolongan kata-kata dan symbol-simbol,
apa yang telah dilakukan atau akan dilakukan.
Hampir semua orang
dewasa melalui penggunaan tiga system keterampilan untuk menyatukan kemampuan-kemampuannya
secara sempurna. Ketiga cara itu ialah :
-
Cara
penyajian enaktif aialah melalui tindakan, jadi bersifat manifulatif.
-
Cara
penyajian ikonik didasarkan atas pemikiran internal.
-
Cara
penyajian simbolik dengan menggunakan kata-kata atau bahasa.
4.
Belajar
Penemuan
Salah satu model instruksional kognitif yang
sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama
belajar penemuan.pemgetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan. Diantaranya,
-
Pertama,
kebaikan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat.
-
Kedua, hasil
belajar penemuan mempunyai efek transfer yang kebih baik darpada hasil belajar
lainnya.
-
Ketiga,
secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan
berfikir secara bebas.
B. TEORI
INSTRUKSI BRUNER
Dalam bagian ini akan kita bahas bagaimana
pengajaran atau instruksi dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah
dikemukakan tentang belajar. Meliputi :
1.
Pengalaman-pengalaman
Optimal untuk Mau dan Dapat Belajar.
Belajar dan permecahan masalah tergantung pada
penyelidikan alternative. Penyelidikan alternative membutuhkan aktivasi,
pemeliharaan, dan pengarahan. Kondisi untuk aktivasi ialah adanya suatu
tingkatan ketidaktentuan yang optimal, setelah penyelidikanteraktifkan situasi
itu dipelihara dengan membuat resiko seminim mugkin dalam penyelidijan itu.
2.
Penstrukturan
Pengetahuan untuk Pemahaman Optimal.
Struktur suatu domain pengetahuan mepunyai tiga
cirri dan setiap cirri itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya.
Jketiga cirri iti ialah: cara penyajian, ekonomi dalam pnyajian pengetahuan
dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan
diproses untuk mencapai pemahaman. Dan kuasa dari suatu penyajian dapat juga
diterangkan sebagai kemampuan pnyajian untuk mernghubung-hubungkan hal-hal yang
kelihatannya sangat terpisah-pisah.
3.
Perincian
urutan urutan penyajian materi pelajaran secara optimal
Dalam mengajar. Siswa dibimbing mellui urutan
pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah atau sekumpulan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerima, mengubah, dan mentransfer apa yang telag dipelajari.
4.
Bentuk dan
Pemberian Reinforsemen.
Dalam teorinya Bruner
mengemukakan, bahwa bentuk hadiah atau pujian dan hukuman harus difikirkan.
Demikian pula bila pujian atau hukuman itu diberakan selama proses belajar
mengajar.
C. MENERAPKAN
BELAJAR PENEMUAAN
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode
dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk
memperoleh pengetahuaan saja. Tujuaan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh
pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan
intelektual para siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi
kemampuan mereka.
2. Peran Guru
Peran guru dapat dirangkum
sebagai berikut :
-
Merencanakan
pelajaran yang tepat untuk diselidiki para siswa.
-
Menyajikan
materi pelajaran yang diperlukan.
-
Guru harus
memperhatikan cara penyajian.
-
Bila siswa
memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknbya
berperan sebagai seorang pembingbing atau tutor.
-
Menilai
hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan seperti kita
ketahuitujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail dan tujuan-tujuan
itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa.
DAVID AUSUBEL, BELAJAR BERMAKNA
A. BELAJAR MENURUT AUSUBEL
Menurut
Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
siswa. Melalui penerimaan atau penemuaan. Dimensi kedua menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi itupada struktur kognitifyang telah
ada.
Kedua
dimensi, yaitu penerimaan atau penemuaan dan hafalan ata bermakana tidak menunjukan
dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu continuum. Ausubel menyatakan,
bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar
menghapal, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakana hanya terjadi bila
siswa sendiri menemukaan pengetahuaannya.
1. Belajar
Bermakana
Inti
dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (Ausubel, 1980).
Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau
disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di
daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam
penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan
perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan
informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.
2. Belajar
Hafalan
Bila
dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila
tidak dilakukan usaha mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.
Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang
sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakan. Dari contoh tersebut
dapat kita ketahui, bagaimana anak menghafalkan suatu prinsip tanpa mengerti
apa artinya.
3. Subsumsi
dan Subsumsi Obliteratif
Selama
belajar bermakna berlangsung, informasi baru terkait pada konsep-konsep dalam
struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, Ausubel
mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan
informasi baru. Dalam belajar bermakana
subsume mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang
relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan
antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya.
Menurut
Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:
1) Informasi
yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2) Informasi
yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer,
jadi memeudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3) Informasi
yang dilupakan sesudah asumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada
subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah
terjadi lupa.
0 komentar:
Posting Komentar