Pages

Ads 468x60px

Headlines News :

Rabu, 19 Desember 2012

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN PADA TUMBUHAN



LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN PADA TUMBUHAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Teknik Laboratorium
Dosen : Eka Fitriah, S.Si., M.Pd

Logo IAIN CIREBON






Disusun oleh Kelompok
Eltra Cyta Ocktora
Tyas Ayu Septyani
Riska Dian Pratiwi
Siti Barokah
Siis Nurhani
Suyanto



KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
SYEKH NURJATI CIREBON
2012

KULTUR JARINGAN

I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Sebagai syarat mutlak suksesnya kultur jaringan tanaman, biasanya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Bahkan autoklaf juga dapat digunakan untuk sterilisasi media tumbuh kultur jaringan. Tipe autoklaf yang dapat digunakan untuk sterilisasi sangatlah beragam macamnya, mulai dari yang sederhana sampai digital (terprogram) (Gunawan, 1988).
Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api. Kelemahan dari autoklaf ini adalah bahwa perlu adanya penjagaan dan pengaturan panas secara manual dan terkontrol, selama masa sterilisasi dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan, yaitu: lebih sederhana sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan.
Biasanya untuk laboratorium komersial, menurut Gunawan (1988), diperlukan autoklaf dengan kapasitas besar dan sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat diprogam waktu sterilisasi serta waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat selesai, temperatur dan tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu 15-20 menit. Pada autoklaf yang programmable (memiliki program yang dapat diatur), panas ini diatur secara atomatis. Tetapi pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur secara manual. Untuk media kultur jaringan (kuljar) yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121°C, tekanan antara 15-17.5 psi dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 75ml, sterilisasi dilakukan tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Volume yang lebih besar membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, maka mengakibatkan cairan didalamnya mendidih dan meluap (Bubbled up).
            Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160
°C.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman.
Unsur hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:  sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan  pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Senyawa organik sering ditambahkan ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar.


B.     Manfaat
Manfaat dari praktikum yang telah kami lakukan bersama pada kultur jaringan, praktikan menjadi mahir dalan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum, partikan mengetahui kondisi aseptic suatu percobaan, dan praktikan semakin mahir dalam menggunakan alat-alat praktikum dan mengetahui cara penggunaanya.

    II.            TUJUAN
Tujuan Praktikum Kultur jaringan, diantranya :
1.      Mengetahui kondisi steril pada semua komponen pekerjaan kultur jaringan.
2.      Mengetahui sterilisasi alat ,media, bahan tanam dan lingkungan yang steril atau aseptik.
3.      Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar.
4.      Mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan.
Eltra Cyta Ocktora
Mengetahui dan mempraktikan cara menanam eksplan dan sub kultur.Riska Dian Pratiwi
6.      Mengamati pertumbuhan eksplan.
7.      Mencari factor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan tanaman.
8.      Mengetahui salah satu organ tanaman mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
9.      Mengenal berbagai macam organ tanaman dalam berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.

 III.            METODOLOGI PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Pinset
b.      Gunting
c.       Petridish
d.      Botol kultur dan gelas
e.       Shaker/Alat pengocok
f.       Oven
g.      Laminer air flow
h.      Timbangan analitis
i.        Erlenmeyer
j.        Gelas ukur
k.      Beaker glass

2.      Bahan
a.       Media Kultur
b.      Wortel
c.       Alkohol
d.      Betadine
e.       Bayclin



B.     Langkah Kerja
1.      Glass ware dan dissesting kit dicuci bersih dengan sabun, dibilas dengan air lalu dikeringkan. Setelah kering mulut botol ditutup dengan Kasa dan kapas atau aluminium foil.
2.      Glass ware dan dissesting kit disterilisasi dengan oven selama satu hari.
3.      Selama proses sterilisasi berlangsung, oven ditutup rapat supaya tidak terjadi kontaminasi.
4.      Peralatan disimpan di tempat yang bersih.
5.      Sebelum digunakan ruang penabur disterilkan dengan sinar UV selama 30 menit atau dengan menyemprotkan alcohol 96% ke bagian tangan dan botol yang berisi media
6.      Alat-alat yang digunakan diatur dengan rapi pada LAF, posisi scalpel dan pinset serta alcohol 96% yang digunakan untuk mensterilkan dissecting kit (scalpel dan pinset) disebelah kiri Bunsen sedangkan botol kultur disebelah kanan.
7.      Petridish diletakan dibagian tengah, setiap selesai eksplant dipotong petridish ditutup kembali untuk menghindari kontaminasi.
8.      Selesai digunakan alat disterilkan dengan alkohok dan dibakar dengan Bunsen.
9.      Sebelum masuk kedalam LAF semua seperti botol dan tangan harus disterilkan dengan alcohol 96%.
10.  Setiap selesai menggunakan pinset maupun scalpel, lalu dicelupkan kedalam alkohol, lalu dibakar pada nyala api bunsen.
11.  Lakukan Perendaman pada wortel dengan menggunakan Alkohol 70 % selama 10 menit.
12.  Selanjutnya lakukan perendaman drngan Betadine selama 20 menit.
13.  Lalu yang terakhir lakukan Perendaman pada cairan Bayclean selama 10 menit.
14.  Setelah media padat tanam wortol yang telah diberikan perlakuan kedalam media, pemindahan ini harus dilakuakan di laminar air flow.
15.  Setelah itu bungkus kembali media tanam dengan menggunakan Kertas, selanjutnya simpan didalam oven selama 3 hari.
16.  Selanjtnya lakukan pengamatan apakah terjadi kontaminasi pada media tanam ataukah tidak.
 IV.            HASIL PENGAMATAN
Eksplan umbi Wortel
1.      Jenis Kontaminasi
a.       Pada Media: berwarna kuning, semula berwarna putih.
b.      Pada eksplan: warna eksplan pudar disekitar eksplan terdapat lendir.
2.      Tingkat Kontaminasi
a.       Pada media: pada seluruh bagian media
b.      Pada eksplan: pada bagian eksplan yang kontak dengan media.
3.      Waktu Kontaminasi
a.        Pada media: 4 hari setelah penanaman
b.       Pada eksplan: 4 hari setelah penanaman

    V.            PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan pada kultur jaringan, dimulai dengan sterilisasi alat yang akan digunakan sehari sebelum pelaksanaan praktikum agar alat seteril dan tidak terjadi kontaminasi pada saat melakukan praktikum kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan steril. Karena kondisi yang seteril akan menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan kultur jaringan. Karena jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terkena kontaminasi sehingga kemampuan ttipotensi sel akan terhambat. Alat-alat logam dan gelas yang digunakan pada saat penanaman dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti: pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam bacticinerator ataupun pembakar bunsen.
Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 1210C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.Dimana sterilisasi tersebut dibagi menjadi 3 macam,yaitu :
1.      Sterilisasi lingkungan kerja, Yaitu sterilisasi yang dilakukan dalam penanaman eksplan agar mendapat tempat atau ruang yang steril dan bebas dari mikroorganisme. Tempat untuk menanam dan memindahkan eksplan yaitu disebut Laminar Air Flow.Dengan dihembuskannya aliran udara halus  dari blower melalui suatu filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori kurang dari 0,3 µm. Fungsi aliran udara ini yaitu dapat mencegah kontaminan yang air borne selama penanaman.Sebelum bekerja,bagian dalam laminar disterilkan dengan alcohol 70% dan diratakan dengan tissue,kemudian dilanjutkan dengan menyalakan lampu UV selama 0,5-1 jam untuk mematikan kontaminan di permukaan tempat kerja.
2.      Sterilisasi alat dan media, Alat-alat seperti botol, Erlenmeyer, beaker glass, petridish, pinset, scalpel, gunting, jarum ose, dll .sebaiknya sebelum disterilisasi peralatan dicuci dengan detergen kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Kemudian dibungkus dengan kertas. Temperatur yang digunakan untuk sterilasasi alat-alat dengan autoclave 121°C pada tekanan 17,5 psi selama 20-30 menit.
3.      Sterlisasi bahan tanam, Bahan tanam yang ada dilapangan banyak mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaan. Apabila kontaminan ini tidak dihilangkan maka media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral merupakan sumber energy bagi kontaminan yang ada.Prinsip sterilasasi eksplan adalah dapat mematikan kontminan tanpa membunuh eksplan ,karena baik kontaminan maupun eksplan merupakan benda hidup.Berhasilnya teknik sterilsasi merupakan langkah awal keberhasilan dalam kerja kultur in vitro.

Laminer Air Flow merupakan alat yang letaknya diruang penabur, yaitu fungsinya agar  ruang tersebut selalu dalam keadaan steril. Alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.Bagian-bagian dari Laminer Air yaitu HEPA, Pre filter, Blower, Fluorescent light, Optimal UV light atau dapat dilihat pada ilustrasi gambar dibawah ini.
Adapun prosedur-prosedur dari penggunaan laminar Air Flow yaitu sebagai berikut :
1.      Nyalakan lampu UV, minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow digunakan. Hindarkan sinarnya dari badan dan mata.
2.      Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke dlam laminar air flow cabinet, disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau spiritus.
3.      Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau dengan spiritus untuk mensterilkan LAF.
4.      Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5.      Nyalakan lampu dalam LAF.
6.      LAF sudah siap untuk digunakan.
Zat kimia yang digunakan umumnya alcohol 70% karena fungsinya dalam menyeterilkan bahan tanam lebih aman. Penambahan bahan-bahan kimia lain yaitu Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan gas.
Kontaminasi dalam kultur jaringan sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur jaringan. Adanya sterilasasi merupakan langkah-langkah dalam mencegah adanya kontaminasi. Adapun macam-macam dari kontaminasi yaitu sebagai berikut :
1.      Tipe – tipe kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
2.      Kontaminasi permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung - gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
3.      Sumber kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
4.      Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringan tanaman lebih susah ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di kultur itu sendiri.
5.      Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
6.      Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan pada kultur in vitro yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
7.      Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi ataumati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi pada 2 minggu pertama.Pada beberapa contoh, pestisida mungkin dimasukkan pada media awal atau sukrosa mungkin dihilangkan agar eksplan dapat tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang baru tumbuh ini lalu dapat dipindah dengan hati - hati dengan cara mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan pada ruang persiapan kultur, untuk menghindari kontaminasi.
8.      Kondisi kultur
Tipe substrat hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media. Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel-sel atau kumpulan kalus.Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods. Tipe substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi akar.
9.      pH media
pH media biasanya diatur 5,5 pada saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara. pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang selalu diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi. satu saja dari faktor tersebut menyebabkan kontaminasi maka akan gagal seluruh proses pembuatan kultur jaringan. Dimulai dari persiapan ruangan, pesiapan alat dan bahan, persiapan bahan eksplan sampai dengan pelaksanaan, inkubasi sampai aklimatisasi semuanya sangat berpotensi mengalami kontaminasi.Adapun factor – factor tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Media Kultur
a.       Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman.
b.      Komposisi hormon pertumbuhan
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
c.       Keadaan fisik media
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
d.      Lingkungan tumbuh
a.       Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
b.      Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.

Sifat Totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru. Totipotensi dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Sel punca, termasuk Zigot memiliki kemampuan ini, Pada tumbuhan meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini. Sel Punca atau Sel Induk merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk menjadi system perbaikan tubuh dengan menyediakan sel sel terbaru selama organisme bersangkutan hidup. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel. Pada tahun 1954, kultur jaringan dipopulerkan oleh Muer, Hildebrandt, dan Riker.
Eksplan atau dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme–organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
Meskipun usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptic sudah sering dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi. Kontaminasi yang terjadi diperkirakan disebabkan oleh mikrobia golongan protista. Yaitu Kapang lendir seluler yang menurut Susilowati (2001) adalah genus Dictyostelium. Hal ini ditentukan berdasarkan morfologi koloni yaitu adanya plasmodium yang tersebar di seluruh permukaan medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini lama kelamaan membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan menjadi pusat koloni. Pada pengamatannya, terdapat lender berwarna kuning. Kontaminasi tersebut terjadi pada kultur umbi wortel.
Sebagai sumber utama kontaminan, eksplan memiliki perlakuan khusus pada proses sterilisasinya. Diantranya adalah pencucian dengan menggunakan deterjen ditujukan untuk menghilangkan sisia-sisa tanah pada umbi eksplan. Selanjutnya di rendam dalah alcohol untuk menghilangkan atau membunuh kuman. Selanjutnya dicelupkan pada larutan klorok untuk membunuh mikroba terutama yang ada di bagian dalam eksplan. Digunakan pula fungisidad untuk membunuh spora ataupun cendawan yang diperkirakan ada pada eksplan.

 VI.            KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan, dapat kami simpulkan, bahwa :
1.      Penanaman eksplan dilakukan di LAF (Laminar Air Flow). Penggunaan alat sebelumnya sudah dalam keadaan steril. Penanaman dilakukan dengan cara mencelupkan scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu dibakar pada nyala api Bunsen. Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk menanam. Pada setiap botol kultur, diisi 3 potong eksplan.
2.      pada eksplan umbi wortel (Daucus carota) terjadi kontaminasi oleh bakteri yang diduga merupakan golongan protista genus Dictyostelium. Terbukti terdapatnya lendir yang cukup tebal dan berwarna kuning pada media dan sekitar eksplan.
3.      Kontaminasi yang terjadi pada eksplan umbi wortel (Daucus carota) disebabkan oleh bakteri yang diduga merupakan genus Dictyostelium. Kontaminasi terjadi karena bakteri yang ada belum musnah oleh perlakuan sterilisasi eksplan.















DAFTAR PUSTAKA
Andini,Linda. 2001. Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:                              Agromedia Pustaka
Avivi,Sholeh dan Ikrarwati. Mikroprogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee)                         Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian Vol.11 (2)
Chatimatun Nisa dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah                      Pisang(Musa paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA                 dan Kinetin. Biosacientiaae Vol.2 (2)
Hadipoentyanti, Endang dan Syahid, Sitti Fatimah.2007. Respon Temulawak                        (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi             Kedua Terhadap Pemupukan. Jurnal Littri Vol.13 (3)
Harianto, Wijaya.2009.Pengenalan teknik in vitro. Jakarta:Bumi Aksara
Hutami, Sri dan Purnamaningsih, Ragapadmi.2003. Perbanyakan Klonal Temu                          Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In Vitro. Buletin Plasma                      Nutfah Vol.9 No.1
Indrianto, Yuni.2002. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta:                            Gramedia
Pramono,Hari.2007. Teknik Kultur Jaringan.Jakarta:Kanisius
Samudin,Sakka.2009.Pengaruh Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap                                    Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulteng Vol.2 (1)
Sukmadjaja, Deden.2005.Embriogenesis somatik langsung pada tanaman                                cendana. Jurnal Bioteknologi Pertanaian Vol.10 (1)
Widianti, Dewi. 2003. Pertanian Modern. Jakarta : Erlangga







LAMPIRAN KULTUR JARINGAN













 





Pembutan Media Tanam                      Perendaman                      Pemindahan Media Tanam


0 komentar:

Posting Komentar