LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN PADA TUMBUHAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Teknik Laboratorium
Dosen : Eka Fitriah, S.Si.,
M.Pd
Disusun
oleh Kelompok
Eltra Cyta Ocktora
Tyas Ayu Septyani
Riska Dian Pratiwi
Siti Barokah
Siis Nurhani
Suyanto
KEMENTRIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
JURUSAN
TADRIS IPA BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
SYEKH
NURJATI CIREBON
2012
KULTUR JARINGAN
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu
cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Sebagai
syarat mutlak suksesnya kultur jaringan tanaman, biasanya sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan autoklaf. Bahkan autoklaf juga dapat digunakan untuk
sterilisasi media tumbuh kultur jaringan. Tipe autoklaf yang dapat digunakan
untuk sterilisasi sangatlah beragam macamnya, mulai dari yang sederhana sampai
digital (terprogram) (Gunawan, 1988).
Autoklaf
yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke
dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Dengan
autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari
api. Kelemahan dari autoklaf ini adalah bahwa perlu adanya penjagaan dan
pengaturan panas secara manual dan terkontrol, selama masa sterilisasi
dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan, yaitu: lebih sederhana
sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang
sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta
lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Autoklaf
yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya dilengkapi
dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan baik.
Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya
adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media
menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf.
Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf
dan didihkan.
Biasanya
untuk laboratorium komersial, menurut Gunawan (1988), diperlukan autoklaf
dengan kapasitas besar dan sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah.
Autoklaf ini sangat cepat dan dapat diprogam waktu sterilisasi serta waktu
pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat selesai, temperatur dan
tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu 15-20 menit. Pada
autoklaf yang programmable (memiliki program yang dapat diatur), panas ini
diatur secara atomatis. Tetapi pada autoklaf yang sederhana hal ini harus
diatur secara manual. Untuk media kultur jaringan
(kuljar) yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi
dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121°C, tekanan antara
15-17.5 psi dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan
volume media. Untuk 15 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran
75ml, sterilisasi dilakukan tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Volume yang
lebih besar membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama.
Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan
sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak.
Bila tekanan diturunkan mendadak, maka mengakibatkan cairan didalamnya mendidih
dan meluap (Bubbled up).
Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160
°C.
Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160
Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya
menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino,
sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan
seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan
juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman.
Unsur hara makro dan mikro diberikan
dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan dalam
komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan lain-lain
tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak
digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6
(pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam
amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine,
asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat
penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu
persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang,
menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur
jaringan ZPT penting: sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron),
auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini
mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan
sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik.
Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara
auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain
auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas
dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk
menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Senyawa organik sering ditambahkan
ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik
yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan
casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang
merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman
umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi
untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan
akar.
B.
Manfaat
Manfaat dari praktikum yang telah kami lakukan
bersama pada kultur jaringan, praktikan menjadi mahir dalan sterilisasi alat
dan bahan yang akan digunakan pada praktikum, partikan mengetahui kondisi
aseptic suatu percobaan, dan praktikan semakin mahir dalam menggunakan
alat-alat praktikum dan mengetahui cara penggunaanya.
II.
TUJUAN
Tujuan
Praktikum Kultur jaringan, diantranya :
1. Mengetahui kondisi steril pada semua
komponen pekerjaan kultur jaringan.
2. Mengetahui sterilisasi alat ,media, bahan
tanam dan lingkungan yang steril atau aseptik.
3. Mempelajari cara pembuatan media
dengan baik dan benar.
4. Mengenal perbedaan bermacam-macam
media kultur jaringan.
Eltra Cyta Ocktora
Mengetahui dan mempraktikan cara
menanam eksplan dan sub kultur.Riska Dian Pratiwi
6. Mengamati pertumbuhan eksplan.
7. Mencari factor-faktor penyebab
kontaminasi dalam kultur jaringan tanaman.
8. Mengetahui salah satu organ tanaman
mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
9. Mengenal berbagai macam organ
tanaman dalam berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.
III.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
1. Alat
a.
Pinset
b.
Gunting
c.
Petridish
d.
Botol
kultur dan gelas
e.
Shaker/Alat
pengocok
f.
Oven
g.
Laminer
air flow
h.
Timbangan
analitis
i.
Erlenmeyer
j.
Gelas
ukur
k.
Beaker
glass
2. Bahan
a. Media
Kultur
b. Wortel
c. Alkohol
d. Betadine
e. Bayclin
B.
Langkah
Kerja
1. Glass ware dan dissesting kit dicuci
bersih dengan sabun, dibilas dengan air lalu dikeringkan. Setelah kering mulut
botol ditutup dengan Kasa dan kapas atau aluminium foil.
2.
Glass
ware dan
dissesting kit disterilisasi dengan oven selama satu hari.
3.
Selama
proses sterilisasi berlangsung, oven ditutup rapat supaya tidak terjadi
kontaminasi.
4.
Peralatan
disimpan di tempat yang bersih.
5.
Sebelum
digunakan ruang penabur disterilkan dengan sinar UV selama 30 menit atau dengan
menyemprotkan alcohol 96% ke bagian tangan dan botol yang berisi media
6.
Alat-alat
yang digunakan diatur dengan rapi pada LAF, posisi scalpel dan pinset serta
alcohol 96% yang digunakan untuk mensterilkan dissecting kit (scalpel dan
pinset) disebelah kiri Bunsen sedangkan botol kultur disebelah kanan.
7.
Petridish
diletakan dibagian tengah, setiap selesai eksplant dipotong petridish ditutup
kembali untuk menghindari kontaminasi.
8.
Selesai digunakan alat disterilkan
dengan alkohok dan dibakar dengan Bunsen.
9.
Sebelum masuk kedalam LAF semua seperti
botol dan tangan harus disterilkan dengan alcohol 96%.
10.
Setiap selesai menggunakan pinset
maupun scalpel, lalu dicelupkan kedalam alkohol, lalu dibakar pada nyala api
bunsen.
11.
Lakukan Perendaman pada wortel dengan
menggunakan Alkohol 70 % selama 10 menit.
12.
Selanjutnya lakukan perendaman drngan
Betadine selama 20 menit.
13.
Lalu yang terakhir lakukan Perendaman
pada cairan Bayclean selama 10 menit.
14.
Setelah media padat tanam wortol yang
telah diberikan perlakuan kedalam media, pemindahan ini harus dilakuakan di
laminar air flow.
15.
Setelah itu bungkus kembali media tanam
dengan menggunakan Kertas, selanjutnya simpan didalam oven selama 3 hari.
16.
Selanjtnya lakukan pengamatan apakah
terjadi kontaminasi pada media tanam ataukah tidak.
IV.
HASIL
PENGAMATAN
Eksplan umbi
Wortel
1. Jenis
Kontaminasi
a. Pada Media:
berwarna kuning, semula berwarna putih.
b. Pada eksplan:
warna eksplan pudar disekitar eksplan terdapat lendir.
2. Tingkat
Kontaminasi
a. Pada media:
pada seluruh bagian media
b. Pada eksplan:
pada bagian eksplan yang kontak dengan media.
3. Waktu
Kontaminasi
a. Pada media: 4 hari setelah penanaman
b. Pada eksplan: 4 hari setelah penanaman
V.
PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan pada
kultur jaringan, dimulai dengan sterilisasi alat yang akan digunakan sehari
sebelum pelaksanaan praktikum agar alat seteril dan tidak terjadi kontaminasi
pada saat melakukan praktikum kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan steril. Karena
kondisi yang seteril akan menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan kultur
jaringan. Karena jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terkena
kontaminasi sehingga kemampuan ttipotensi sel akan terhambat. Alat-alat logam
dan gelas yang digunakan pada saat penanaman dapat disterilkan dalam autoklaf.
Alat tanam seperti: pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran
atau dengan pemanasan dalam bacticinerator ataupun pembakar bunsen.
Pada
prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air.
Temperature sterilasi biasanya 1210C, tekanan yang biasa digunakan
antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi
tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam,
tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan
menggunakan alat-alat yang juga steril.Dimana sterilisasi tersebut dibagi menjadi 3 macam,yaitu :
1.
Sterilisasi
lingkungan kerja, Yaitu sterilisasi yang dilakukan dalam penanaman eksplan
agar mendapat tempat atau ruang yang steril dan bebas dari mikroorganisme. Tempat
untuk menanam dan memindahkan eksplan yaitu disebut Laminar Air Flow.Dengan
dihembuskannya aliran udara halus dari blower melalui suatu filter HEPA
(High Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori kurang dari 0,3 µm. Fungsi
aliran udara ini yaitu dapat mencegah kontaminan yang air borne selama
penanaman.Sebelum bekerja,bagian dalam laminar disterilkan dengan alcohol 70%
dan diratakan dengan tissue,kemudian dilanjutkan dengan menyalakan lampu UV
selama 0,5-1 jam untuk mematikan kontaminan di permukaan tempat kerja.
2. Sterilisasi alat dan media,
Alat-alat seperti botol, Erlenmeyer,
beaker glass, petridish, pinset, scalpel, gunting, jarum ose, dll .sebaiknya
sebelum disterilisasi peralatan dicuci dengan detergen kemudian dibilas dengan
aquades dan dikeringkan. Kemudian dibungkus dengan kertas. Temperatur yang
digunakan untuk sterilasasi alat-alat dengan autoclave 121°C pada tekanan 17,5
psi selama 20-30 menit.
3. Sterlisasi bahan tanam,
Bahan tanam yang ada dilapangan
banyak mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada
permukaan. Apabila kontaminan ini tidak dihilangkan maka media yang mengandung
gula, vitamin, dan mineral merupakan sumber energy bagi kontaminan yang
ada.Prinsip sterilasasi eksplan adalah dapat mematikan kontminan tanpa membunuh
eksplan ,karena baik kontaminan maupun eksplan merupakan benda
hidup.Berhasilnya teknik sterilsasi merupakan langkah awal keberhasilan dalam
kerja kultur in vitro.
Laminer Air Flow merupakan alat yang letaknya
diruang penabur, yaitu
fungsinya agar ruang tersebut selalu dalam keadaan steril. Alat ini
digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.Bagian-bagian dari Laminer Air yaitu HEPA, Pre filter,
Blower, Fluorescent light, Optimal UV light atau dapat dilihat pada ilustrasi
gambar dibawah ini.
Adapun prosedur-prosedur dari
penggunaan laminar Air Flow yaitu sebagai berikut :
1. Nyalakan lampu UV, minimum selama 30
menit, sebelum laminar air flow digunakan. Hindarkan sinarnya dari badan dan
mata.
2. Siapkan semua alat-alat steril yang
akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke dlam laminar air flow cabinet,
disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau spiritus.
3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot
dengan alkohol 70% atau dengan spiritus untuk mensterilkan LAF.
4. Blower pada LAF dihidupkan untuk
menjalankan air flow.
5. Nyalakan lampu dalam LAF.
6. LAF sudah siap untuk digunakan.
Zat kimia yang digunakan umumnya
alcohol 70% karena fungsinya dalam menyeterilkan bahan tanam lebih aman. Penambahan
bahan-bahan kimia lain yaitu Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi
rusak bila disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi
dengan menggunakan gas.
Kontaminasi dalam kultur jaringan
sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur jaringan. Adanya
sterilasasi merupakan langkah-langkah dalam mencegah adanya kontaminasi. Adapun
macam-macam dari kontaminasi yaitu sebagai berikut :
1. Tipe – tipe kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai
mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme –
organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang
bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman
inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor
menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang
disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi,
kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang
seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
2. Kontaminasi permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman, antar
sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara
pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk
informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan perlakuan yang
cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak jaringan tanaman. Jika
permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan
untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat
penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen,
agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan
untuk mengilangkan gelembung - gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
3. Sumber kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi
kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan
semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada
kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang steril.
Udara merupakan sumber utama spora dan agen kontaminasi lainnya, termasuk badan
dan pakaian si pelaksana.
4. Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringan tanaman lebih susah
ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau
fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan
atau dapat juga diberikan di kultur itu sendiri.
5. Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan
dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan
atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi
pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia
apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan.
Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau
mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
6.
Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat
dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan.
Selain faktor genetis eksplan pada kultur in vitro yang telah disebutkan di
atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi
adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan
sebagai eksplan.
7.
Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan
sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari
pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi
ataumati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan
terjadi pada 2 minggu pertama.Pada beberapa contoh, pestisida mungkin
dimasukkan pada media awal atau sukrosa mungkin dihilangkan agar eksplan dapat
tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang baru tumbuh ini lalu dapat dipindah
dengan hati - hati dengan cara mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan
pada ruang persiapan kultur, untuk menghindari kontaminasi.
8.
Kondisi kultur
Tipe
substrat hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat)
dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk
eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang
memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh
(dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau
perkembangan akar lebih mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang
sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan
harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada
media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang
merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel-sel
atau kumpulan kalus.Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan
menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods. Tipe
substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi,
misalnya morfologi akar.
9.
pH media
pH media
biasanya diatur 5,5 pada saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan
hara. pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau
pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang selalu diabaikan adalah perubahan pH
pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
Banyaknya faktor yang dapat
menyebabkan kontaminasi. satu saja dari faktor tersebut menyebabkan kontaminasi
maka akan gagal seluruh proses pembuatan kultur jaringan. Dimulai dari
persiapan ruangan, pesiapan alat dan bahan, persiapan bahan eksplan sampai
dengan pelaksanaan, inkubasi sampai aklimatisasi semuanya sangat berpotensi
mengalami kontaminasi.Adapun factor – factor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Media Kultur
a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi
garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi
respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat
mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media
yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan
tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk
berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman.
b. Komposisi hormon pertumbuhan
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi
eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang
dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal
yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan
serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut.
Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang
telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon
pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
c. Keadaan fisik media
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah
medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan
mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya.
Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya
terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi
pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
d.
Lingkungan tumbuh
a.
Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang
tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami
kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan
dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur,
namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang
konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan
dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah
untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
b.
Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo,
kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang
gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro.
Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak
dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.
Sifat Totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan
dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru. Totipotensi
dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri
dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Sel
punca, termasuk Zigot memiliki kemampuan ini, Pada tumbuhan meristem yang
berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini. Sel
Punca atau Sel Induk merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai
potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi menjadi jenis sel lain. Kemampuan
tersebut memungkinkan sel induk menjadi system perbaikan tubuh dengan menyediakan
sel sel terbaru selama organisme bersangkutan hidup. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G.
Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari
Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan
objek empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward
bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel. Pada tahun 1954, kultur
jaringan dipopulerkan oleh Muer, Hildebrandt, dan Riker.
Eksplan
atau dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri,
serangga atau virus. Organisme–organisme tersebut secara universal terdapat
pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak
menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan
adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi,
kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam
konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai
mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan
eksplan.
Meskipun
usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptic sudah sering
dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi. Kontaminasi yang terjadi
diperkirakan disebabkan oleh mikrobia golongan protista. Yaitu Kapang lendir
seluler yang menurut Susilowati (2001) adalah genus Dictyostelium. Hal
ini ditentukan berdasarkan morfologi koloni yaitu adanya plasmodium yang
tersebar di seluruh permukaan medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini
lama kelamaan membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan
menjadi pusat koloni. Pada pengamatannya, terdapat lender berwarna kuning.
Kontaminasi tersebut terjadi pada kultur umbi wortel.
Sebagai
sumber utama kontaminan, eksplan memiliki perlakuan khusus pada proses
sterilisasinya. Diantranya adalah pencucian dengan menggunakan deterjen
ditujukan untuk menghilangkan sisia-sisa tanah pada umbi eksplan. Selanjutnya
di rendam dalah alcohol untuk menghilangkan atau membunuh kuman. Selanjutnya
dicelupkan pada larutan klorok untuk membunuh mikroba terutama yang ada di
bagian dalam eksplan. Digunakan pula fungisidad untuk membunuh spora ataupun
cendawan yang diperkirakan ada pada eksplan.
VI.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil percobaan dan pembahasan, dapat kami simpulkan, bahwa :
1. Penanaman eksplan dilakukan di LAF (Laminar
Air Flow). Penggunaan alat sebelumnya sudah dalam keadaan steril. Penanaman
dilakukan dengan cara mencelupkan scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu
dibakar pada nyala api Bunsen. Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk
menanam. Pada setiap botol kultur, diisi 3 potong eksplan.
2. pada eksplan umbi wortel (Daucus
carota) terjadi kontaminasi oleh bakteri yang diduga merupakan golongan
protista genus Dictyostelium. Terbukti terdapatnya lendir yang cukup
tebal dan berwarna kuning pada media dan sekitar eksplan.
3. Kontaminasi yang terjadi pada
eksplan umbi wortel (Daucus carota) disebabkan oleh bakteri yang diduga
merupakan genus Dictyostelium. Kontaminasi terjadi karena bakteri yang
ada belum musnah oleh perlakuan sterilisasi eksplan.
DAFTAR PUSTAKA
Andini,Linda. 2001. Cara
memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:
Agromedia Pustaka
Avivi,Sholeh dan Ikrarwati.
Mikroprogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee)
Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian Vol.11 (2)
Chatimatun
Nisa dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah
Pisang(Musa paradisiaca L.) dengan
Pemberian Campuran NAA
dan Kinetin. Biosacientiaae Vol.2 (2)
Hadipoentyanti, Endang dan Syahid,
Sitti Fatimah.2007. Respon Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur
Jaringan Generasi Kedua
Terhadap Pemupukan. Jurnal Littri Vol.13 (3)
Harianto,
Wijaya.2009.Pengenalan teknik in vitro. Jakarta:Bumi Aksara
Hutami,
Sri dan Purnamaningsih, Ragapadmi.2003. Perbanyakan Klonal Temu
Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In Vitro.
Buletin Plasma
Nutfah Vol.9 No.1
Indrianto,
Yuni.2002. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta:
Gramedia
Pramono,Hari.2007.
Teknik Kultur Jaringan.Jakarta:Kanisius
Samudin,Sakka.2009.Pengaruh
Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap
Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulteng Vol.2
(1)
Sukmadjaja,
Deden.2005.Embriogenesis somatik langsung pada tanaman
cendana. Jurnal Bioteknologi Pertanaian Vol.10
(1)
Widianti,
Dewi. 2003. Pertanian Modern. Jakarta : Erlangga
LAMPIRAN KULTUR JARINGAN
Pembutan Media Tanam Perendaman Pemindahan Media Tanam
0 komentar:
Posting Komentar